Setjen DPR Kembali Raih WTP, Irtama Tingkatkan Kualitas Pengawasan
Sekretariat Jenderal DPR RI kembali meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2015 untuk yang ke delapan kalinya secara berturut-turut. Menanggapi hal tersebut, Inspektur Utama Setyanta Nugraha menegaskan akan terus mempertahankan predikat WTP dan meningkatkan kualitas pelaporan pada tahun berikutnya. Hal itu disampaikan usai menghadiri penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) di Auditorium BPK RI, Jakarta pada Rabu, (28/06).
“Tentu WTP tak sekedar harus dipertahankan tapi bagaimana meningkatkan kualitas. Karena WTP ini opini tertinggi yang melihat kesesuaiaan antara pelaporan dan kaidah akuntansi,” ujar Setyanta.
Ia pun menjelaskan bahwa tugas Irtama adalah mendorong kelembagaan untuk tertib administrasi dan keuangan, sehingga berperan dalam mengubah paradigma menjadi quality insurance dan konsultasi. “Irtama hadir dalam rangka mendorong entitas untuk tertib administrasi dan tertib keuangan serta disiplin anggaran. Sehingga perannya adalah mengubah paradigma menjadi quality insurance dan konsultasi. Sehingga lebih pada fungsi pencegahan early warning system,” jelasnya.
Oleh karena itu, Lanjut Setya, dalam pemeriksaan BPK, Irtama pun ikut mendampingi auditor. “Kalau dulu ketika masih pengawasan internal itu mendampingi BPK, kalau sekarang mendampingi auditor. Jadi membantu auditor bagaimana menjawab pertanyaan dari BPK. Kemudiaan mengkoordinasikan seluruh unit kerja ini. Ketika ada tim pengawas BPK masuk, kita yang mengkoordinaiskan,” terang Setyanta
Setyanta pun menjelaskan bahwa saat ini, sistem pengelolaan pengawasan sudah lebih modern dengan menggunakan teknologi informasi berbasis data. “Sekarang sudah mengembangkan aplikasi, misalnya dalam perencanaan sudah mengembangkan sistem perencanaan (sincan), jadi bagaimana ketika unit kerja merencanakan anggaran sudah dilengkapi dengan data dukung, misalhnya TOR. Dari situ kita melihat TOR ketika diusulkan apakah anggarannya betul-betul urgent dan mendesak serta bisa dipertanggungjawabkan. Selain TOR, juga RAB yakni rincian biaya,” paparnya.
Rincian biaya dini, lanjut dia, diperlukan untuk memastikan bahwa alokasi anggaran itu sudah sesuai dengan bagan akun standar. “Nah ini yang seringkali meleset. Misalkan belanja barang kemudian dalam pelaksaannya menjadi belanja modal. Dengan proses awal ini sudah ada RAB sehingga bisa lebih tertata. Sehingga endingnya perencanaan anggaran itu bisa idpertanggungjawabkan secara akuntabel. Ini dr sisi perencanaan,” tutur Setyanta.
Kemudian dari sisi pelaksanaan, Setjen DPR menggunakan sistem semar. Yakni bagaimana unit kerja bisa dikoordinasikan melalui sistem. “Jadi berapa unit kerja menggunakan anggaran, kemudian anggarannya untuk apa saja sudah tersistem. Karena kita juga diwajibkan untuk menyampaikan realisasi anggaran tiap bulan melalui Tepra. Itu yang dikelola oleh Wapres,” paparnya dengan menambahkan, tiap bulan, lembaganya harus menyetorkan laporan apa saja yang sudah digunakan anggarannya. “Itu melalui Tepra, dikoordinasikan melalui sistem yang sudah diberlakukan,” terangnya. (hs,mp) foto: Jaka/mr.